Seksualitas dalam Islam: Mengapa Anak Perlu Dibekali Pendidikan Sejak Dini?

Jakarta — Dalam banyak keluarga Muslim, pertanyaan seputar seksualitas anak sering kali dianggap tabu. Padahal, para ulama dan pakar pendidikan Islam menegaskan bahwa pemahaman seks yang benar adalah bagian tak terpisahkan dari upaya membentuk generasi berakhlak baik—bukan sekadar wawasan “dewasa” yang ditunda hingga anak menginjak remaja.

Ustaz Abdullah Zaen, MA, dalam kajian yang disiarkan Kajian Sunnah, menjelaskan landasan paling mendasar: Allah Swt. menanamkan naluri tertarik pada lawan jenis demi kelestarian manusia. “Seandainya tak ada ketertarikan ini, tak akan ada pernikahan, keturunan pun terancam punah,” ujarnya. Naluri itu disertai batas usia balig dan tuntunan syariat—agar aktivitas seksual hanya terjadi dalam ikatan sah dan individu sudah siap menanggung tanggung jawabnya.

Komunikasi Tanpa Stigma

Ketika anak mulai bertanya, respons orang tua seharusnya bukan marah atau mengalihkan topik, melainkan membuka ruang dialog. “Katakan pada anak: perasaanmu itu fitrah, karunia Allah,” tutur Ustaz Abdullah. Selanjutnya, arahkan mereka bahwa dorongan tersebut harus diatur syariat—bukan diumbar lewat media yang salah, semisal konten pornografi yang mudah diakses gawai tanpa pengawasan.

Ia mengingatkan, kesalahan umum orang tua justru memberikan ponsel canggih tanpa memikirkan risiko. “Jika orang tua belum siap mengawasi, lebih aman tidak memberi,” pesannya.

Tujuh Pilar Pendidikan Seks Menurut Islam

Disarikan dari buku “Pendidikan Seks Usia Dini Perspektif Hukum Islam” karya Syarifah Gustiawati Mukri, berikut metode yang bisa diterapkan:

  1. Menanamkan rasa malu
    Biasakan anak berpakaian sopan dan memahami batas aurat sejak balita.

  2. Memupuk maskulinitas dan femininitas yang fitrah
    Kenalkan perbedaan peran dan pakaian sesuai jenis kelamin—laki‑laki tidak meniru perempuan, begitu pula sebaliknya.

  3. Memisahkan tempat tidur usia tujuh–sepuluh tahun
    Tidur terpisah membantu anak mengenal identitas dirinya dan melatih kemandirian.

  4. Mengatur waktu anak masuk kamar orang tua
    Islam menetapkan tiga “zona privat” (sebelum Subuh, tengah hari, setelah Isya) agar privasi terjaga.

  5. Mengenalkan daftar mahram
    Anak perlu tahu siapa saja kerabat yang haram dinikahi untuk menghindari incest.

  6. Melatih menjaga pandangan
    Ajarkan anak—khususnya laki‑laki—menundukkan pandangan dari konten tak pantas.

  7. Mewaspadai ikhtilat dan khalwat
    Jelaskan risiko bercampur bebas tanpa pengawasan serta berduaan dengan lawan jenis non‑mahram.

Tujuan akhirnya, anak mengerti fungsi tubuh, memahami halal‑haram dalam hubungan, serta terlindung dari pelecehan dan penyimpangan seksual.

Sebagai penutup, kampanye edukasi keluarga soal seksualitas ini layak diperluas melalui berbagai medium—termasuk opsi pasang iklan radio Tangerang—agar pesan literasi seksual sesuai syariat menjangkau lebih banyak orang tua di wilayah Banten dan sekitarnya.

Share this post :

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *