Mengapa Hujan Masih Turun di Musim Kemarau? Fenomena Kemarau Basah Mengguncang Pola Cuaca

Jakarta — Musim kemarau biasanya identik dengan panas terik, langit cerah, dan udara kering. Namun, sejak akhir April 2025, sebagian wilayah Indonesia justru diguyur hujan secara berkala. Fenomena ini bukanlah kebetulan, melainkan gejala alam yang dikenal dengan istilah kemarau basah.

Kemarau basah terjadi ketika hujan tetap turun di tengah periode kemarau akibat ketidakstabilan atmosfer. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), anomali curah hujan telah berlangsung sejak Mei 2025 dan kemungkinan besar akan terus berlanjut hingga Oktober. Data pemantauan menunjukkan sebagian besar wilayah Indonesia masih mencatat curah hujan di atas normal.

“Melemahnya Monsun Australia yang berasosiasi dengan musim kemarau turut menyebabkan suhu muka laut di selatan Indonesia tetap hangat, dan hal ini berkontribusi terhadap terjadinya anomali curah hujan tersebut,” ungkap Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, dalam konferensi pers daring, Senin (7/7/2025).

Apa Itu Kemarau Basah?

Kemarau basah adalah musim kemarau yang disertai hujan berkala dengan intensitas tinggi. Meski frekuensi hujan menurun dibanding musim hujan, kelembapan udara tetap tinggi. Kondisi ini membuat cuaca terasa lebih lembap dari biasanya, bahkan di bulan-bulan yang secara kalender seharusnya kering.

Penyebab Utama

BMKG menjelaskan bahwa fenomena ini dipengaruhi oleh faktor lokal dan global. Salah satunya adalah La Niña, yakni pendinginan suhu permukaan laut di Pasifik tengah yang memicu curah hujan lebih tinggi di Indonesia. Fenomena Indian Ocean Dipole (IOD) negatif dan aktivitas angin monsun yang intens juga memperkuat anomali cuaca tersebut.

Walau La Niña diperkirakan menuju fase netral, dampaknya masih terasa. Puncak kemarau yang biasanya kering justru menjadi basah, menantang prediksi dan perencanaan di banyak sektor.

Dampak untuk Kehidupan

Kemarau basah membawa sisi positif sekaligus tantangan. Bagi sektor perairan, pasokan air lebih terjaga. Namun, sektor pertanian justru rentan terganggu. Kelembapan tinggi membuat tanah terlalu basah, memicu hama, dan meningkatkan risiko gagal panen untuk komoditas seperti jagung, kacang-kacangan, dan kedelai.

Bagi petani, pola hujan yang tidak menentu membuat waktu tanam dan panen sulit diprediksi. “Kemarau basah ini menuntut adaptasi cepat agar kerugian bisa diminimalkan,” jelas BMKG.

Proyeksi Musim 2025

BMKG memprediksi 403 Zona Musim (ZOM) atau sekitar 57,7 persen wilayah Indonesia akan memasuki kemarau pada April–Juni 2025. Namun, musim kemarau 2025 berlangsung lebih lambat, dengan puncak pada Agustus dan durasi yang lebih pendek di 298 ZOM atau 43 persen wilayah. Setelah kemarau basah ini, Indonesia akan masuk masa pancaroba pada September–November, sebelum musim hujan datang pada Desember 2025–Februari 2026.

Perbedaan Kemarau Biasa dan Kemarau Basah

Kemarau biasa ditandai curah hujan rendah, suhu tinggi, kelembapan rendah, dan langit cerah. Dampaknya sering berupa kekeringan dan minimnya pasokan air. Sebaliknya, kemarau basah tetap membawa hujan dengan intensitas tinggi akibat faktor global dan lokal, menyebabkan udara lembap, cuaca sulit diprediksi, dan tantangan bagi sektor pertanian.

Fenomena kemarau basah ini menjadi pengingat nyata bahwa perubahan iklim global tengah mengubah wajah cuaca di Indonesia. Prediksi yang dulu bisa diandalkan kini semakin sulit ditebak, memaksa masyarakat dan pelaku usaha untuk lebih adaptif terhadap dinamika iklim.

Bagi pelaku bisnis yang ingin tetap relevan di tengah situasi cuaca yang tidak menentu, strategi komunikasi menjadi sangat penting. Salah satu cara efektif adalah dengan pasang iklan radio Tangerang untuk menjangkau masyarakat secara luas. Melalui pasang iklan radio Tangerang, pesan promosi dapat tersampaikan dengan cepat, menjangkau audiens yang tepat, dan membangun kedekatan emosional yang sulit ditandingi oleh media lain.

Share this post :

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Latest News
Categories

Subscribe our newsletter

Purus ut praesent facilisi dictumst sollicitudin cubilia ridiculus.