Polemik tunjangan rumah anggota DPR yang mencapai Rp 50 juta per bulan kembali mencuat dan menuai sorotan publik. Ketua DPR Puan Maharani menegaskan bahwa besaran angka tersebut telah melalui kajian mendalam sesuai dengan kondisi harga properti di Jakarta. Meski begitu, ia membuka peluang adanya evaluasi.
“Itu sudah ditelaah sebaik-baiknya untuk 580 anggota DPR yang datang dari 38 provinsi. Angka Rp 50 juta itu sesuai dengan harga di Jakarta karena memang kantornya ada di Jakarta,” ujar Puan usai rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (21/8/2025).
Puan menambahkan, kritik publik tetap menjadi perhatian pimpinan DPR. “Kalau memang ada hal-hal yang masih dianggap berlebihan, tentu kami siap mengevaluasi. Publik juga berhak mengawasi kinerja anggota Dewan,” tegasnya.
Dari Rumah Jabatan ke Tunjangan
Sejak dilantik pada Oktober 2024, anggota DPR periode 2024–2029 tidak lagi menempati rumah jabatan anggota (RJA) di Kalibata, Jakarta Selatan. Sebagai gantinya, mereka menerima tunjangan rumah senilai Rp 50 juta per bulan.
Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar menjelaskan, kebijakan itu diambil karena kondisi rumah jabatan Kalibata sudah tidak layak huni. “Bangunannya tua, sering rusak, banyak bocor, bahkan terpengaruh aliran sungai di tengah komplek perumahan,” katanya, Senin (18/8/2025).
Ia menuturkan biaya perawatan rumah jabatan tidak lagi sepadan sehingga dialihkan menjadi tunjangan rumah. Usulan tersebut kemudian disetujui Kementerian Keuangan pada Agustus 2024 dengan angka Rp 50 juta setelah dipotong pajak. Besaran tunjangan ini pun mengacu pada standar tunjangan anggota DPRD DKI Jakarta.
Dengan kebijakan baru ini, pendapatan bulanan anggota DPR otomatis bertambah. Namun, di tengah sorotan publik yang menilai nominal itu terlalu tinggi, DPR menegaskan masih membuka ruang diskusi dan perbaikan.
