JAKARTA – Grup musik Slank menegaskan bahwa royalti dari hak cipta karya musik belum bisa dijadikan sumber mata pencaharian utama. Hal ini disampaikan vokalis Kaka dan drummer Bimbim dalam sebuah pertemuan di Potlot, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Kamis (24/4/2025).
“Kalau di kita, royalti memang belum jadi mata pencaharian utama. Kita masih harus mengandalkan pemasukan dari off air,” ujar Kaka.
Terkait isu hak cipta dan pengelolaan royalti, Slank mengaku sempat ditawari untuk bergabung dengan organisasi yang fokus pada masalah Undang-Undang Hak Cipta. Meski begitu, Bimbim menegaskan bahwa Slank tetap mengambil posisi netral, tidak berpihak pada salah satu skema, baik direct license maupun pengelolaan melalui lembaga resmi.
Bimbim mengungkapkan bahwa sebelum Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) hadir, Slank sempat menerapkan sistem direct license. Pada masa itu, mereka memberikan izin langsung kepada pihak yang ingin membawakan lagu-lagu Slank, dengan mempertimbangkan beberapa faktor.
“Dulu sebelum ada WAMI, Slank direct. Jadi kalau ada TV yang telepon, kita lihat dulu artisnya keren apa enggak. Kalau oke, baru kita kasih izin,” kata Bimbim, mengenang masa-masa awal 2000-an.
Dalam sistem tersebut, Slank tidak terlalu mempermasalahkan besaran bayaran royalti. Menurut Kaka, yang terpenting saat itu adalah adanya izin resmi.
Seiring perkembangan industri musik dan kemunculan LMK, Slank memilih menyerahkan pengelolaan hak cipta mereka kepada lembaga tersebut agar lebih praktis.
Saat ini, Slank memilih bersikap netral di tengah dinamika antara dua organisasi besar pengelola hak cipta di Indonesia, yakni Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI) dan Vibrasi Suara Indonesia (VISI).
Menutup pernyataannya, Kaka dan Bimbim kembali menegaskan bahwa royalti belum menjadi sumber penghasilan utama bagi band mereka, yang hingga kini tetap mengandalkan pendapatan dari pertunjukan langsung.