Jakarta, Mei 2025 – Buat lo yang ngerasa harga rokok makin ke sini makin nyekek leher, lo nggak sendiri. Ternyata, makin banyak perokok di Indonesia yang belakangan ini memutuskan buat “turun kasta”, alias beralih dari rokok mahal ke rokok yang harganya lebih bersahabat di dompet. Tapi, lo tahu nggak sih kalau tren ini ternyata bikin negara ikut ‘batuk-batuk’ karena pemasukan dari cukai rokok jadi seret?
Menurut data dari Kementerian Keuangan, setoran cukai dari hasil tembakau alias rokok sampai April 2025 ini mengalami penurunan dibanding periode yang sama tahun lalu. Sederhananya, uang yang harusnya masuk ke kas negara dari cukai rokok makin kecil, padahal target tahun ini dipatok tinggi banget: Rp245,45 triliun. Sayangnya, realisasi sampai bulan keempat baru tembus di angka sekitar Rp60 triliun—alias baru sekitar seperempatnya aja.
Kenapa bisa begitu?
Jawabannya simpel tapi menarik. Kenaikan tarif cukai yang mulai berlaku sejak awal tahun ini bikin harga rokok-rokok kelas atas (biasanya rokok buatan pabrikan besar dengan cukai golongan I) jadi makin mahal. Buntutnya, para perokok yang sebelumnya beli rokok premium mulai putar haluan dan beli rokok dari golongan II atau III, yang tarif cukainya lebih rendah.
“Perubahan perilaku konsumsi ini udah kita antisipasi. Tapi memang belakangan makin kelihatan dampaknya ke penerimaan negara,” kata Nirwala Dwi Heryanto, Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Ditjen Bea Cukai, dalam konferensi persnya.
Nggak cuma dari sisi pembeli, strategi ‘turun kasta’ ini juga dipilih sama pabrik rokok. Beberapa produsen bahkan rela ngurangin produksi rokok golongan I dan ngegas di produksi rokok golongan II dan III. Ya, mereka ngikutin pasar, biar tetap laku dan nggak kalah saing di tengah daya beli masyarakat yang makin mepet.
Dampaknya ke pasar gimana?
Pasar rokok berubah total. Rokok-rokok dengan tarif cukai rendah sekarang jadi bintang baru. Meskipun jumlah batang rokok yang dijual nggak turun jauh, tapi karena kontribusi cukai per batangnya lebih kecil, otomatis pemasukan negara juga jadi mini.
Dari sudut pandang kesehatan, mungkin ini bisa dilihat sebagai momen positif—karena harga rokok mahal bisa bikin orang mikir dua kali buat ngerokok. Tapi dari kacamata ekonomi, ini bikin PR panjang buat pemerintah.
Apa artinya buat lo?
Kalau lo ngerasa harga rokok makin ‘ga ramah’, lo bukan sendirian. Tapi yang perlu disadari juga, rokok murah bukan berarti ‘murah dampak’. Dan dari sisi industri, kondisi ini juga jadi alarm buat pabrik-pabrik, bahkan buat para pemilik brand yang nargetin segmen pasar rokok atau gaya hidup anak muda.
Ngomongin pasar anak muda dan gaya hidup, sekarang banyak brand kreatif yang cari cara baru buat nyambungin produk mereka ke audience yang tepat—termasuk lewat platform radio lokal. Salah satu contoh yang bisa dilirik adalah Staradio Tangerang, yang aktif menjangkau anak muda urban lewat siaran, digital content, sampai program komunitas. Buat lo yang punya bisnis atau brand, ini saatnya pasang iklan radio Tangerang yang audiensnya udah jelas, lokal dan loyal.
Penulis: Aditya Tirta
©Staradiotgr