Pernah dengar ada orang yang bisa pingsan cuma karena lihat darah? Buat sebagian dari kita itu mungkin terdengar lebay, tapi ternyata hal itu nyata dan bisa jadi pertanda gangguan mental tertentu, lho.
Ada Kisah yang dialami oleh seorang remaja 16 tahun yang dalam seminggu bisa pingsan sampai 10 kali. Anehnya, setelah dicek ke dokter, hasilnya nihil—enggak ada masalah fisik sama sekali.
Tapi kalau ditelusuri lebih jauh, gejala itu mulai muncul sejak dia ikut kelas biologi beberapa tahun lalu. Di kelas itu, guru menayangkan video bedah kodok. Sejak saat itulah, ia merasa lemas setiap mengingat darah, dan makin parah sampai-sampai pingsan di kelas.
Karena sering pingsan, kelasnya jadi terganggu dan ia pun kena sanksi dari sekolah. Akhirnya, atas saran orang tua dan pihak sekolah, dia dibawa ke psikolog. Hasilnya: ia didiagnosis mengidap fobia darah—sebuah jenis gangguan mental yang sering disepelekan.
Apa Itu Fobia Darah, dan Kenapa Termasuk Gangguan Mental?
Menurut psikolog, fobia darah masuk kategori gangguan mental karena memenuhi tiga kriteria utama, yaitu:
1. Disfungsi Psikologis
Istilah ini berarti ada bagian dari fungsi psikologis seseorang yang “nggak jalan dengan normal”. Dalam hal ini, fungsi emosi dan perilaku si remaja terganggu. Misalnya, saat melihat atau membayangkan darah, yang harusnya cuma bikin merinding, malah bikin dia pingsan. Itu tandanya, respon emosionalnya terlalu ekstrem. Secara perilaku juga terganggu—karena bukannya bisa belajar seperti biasa di kelas, ia justru kehilangan kesadaran.
2. Mengganggu Aktivitas Sehari-hari
Gangguan mental disebut “gangguan” karena berdampak pada kehidupan si penderita dan/atau orang di sekitarnya. Dalam kasus ini, fobia darah yang dialami anak itu membuatnya sulit menjalani aktivitas normal di sekolah, bahkan sampai mengganggu teman-temannya yang juga jadi terganggu proses belajarnya karena insiden pingsan berulang.
3. Atypical atau Tidak Normal Secara Statistik
Artinya, kondisi ini tidak dialami oleh mayoritas orang. Nggak semua orang pingsan karena lihat darah, kan? Karena kejadiannya jarang dan menyimpang dari norma mayoritas, maka fobia darah dianggap “atypical” dan termasuk salah satu ciri gangguan mental.
Jadi, Apa Itu Gangguan Mental?
Dari kasus tadi, kita bisa tarik garis besar bahwa gangguan mental adalah kondisi yang ditandai oleh:
- Rusaknya fungsi psikologis (emosi, perilaku, atau pikiran),
- Mengganggu kehidupan pribadi maupun sosial,
- Dan tidak umum terjadi di masyarakat.
Ketiga kriteria ini menjadi indikator utama dalam diagnosis gangguan mental, termasuk fobia.
Kenapa Ini Penting Buat Kita, Gen Z?
Di tengah era yang makin sadar akan kesehatan mental, kita harus lebih peka sama hal-hal kayak gini. Jangan anggap enteng kondisi mental seseorang hanya karena “nggak kelihatan”. Gangguan mental itu nyata, dan bisa menghambat hidup seseorang sama seriusnya seperti penyakit fisik. Kita juga harus mulai belajar mengenali tanda-tanda awal, baik di diri sendiri maupun orang lain.
Dan yang paling penting: minta bantuan bukan berarti lemah. Pergi ke psikolog itu bukan aib, tapi langkah awal buat pulih dan berkembang.
Kalau kamu ngerasa ada sesuatu yang nggak beres dengan pikiran atau emosimu, nggak perlu nunggu sampai “parah”. Yuk, mulai prioritaskan mental health sama seperti kamu jaga fisik.
Karena kadang yang kelihatan kuat, bisa aja lagi berjuang diam-diam di dalam.
Penulis: Aditya Tirta L
©Staradiotgr