PAUD, Bukan Hanya Arena Bermain, tetapi Pondasi Penting Bagi Masa Depan Anak

JAKARTA — Banyak orang tua di Indonesia masih beranggapan bahwa pendidikan anak baru benar-benar dimulai ketika mereka memasuki bangku sekolah dasar. Namun, para ahli perkembangan anak justru menegaskan hal sebaliknya: fondasi kecerdasan dan kepribadian manusia dibangun jauh lebih dini, bahkan sejak bayi masih berada dalam kandungan. Ketua Early Childhood Education and Development (ECED) Indonesia sekaligus Rektor Universitas YARSI, Prof. Fasli Jalal, mengungkapkan bahwa fase 1.000 hari pertama kehidupan anak, mulai dari masa kehamilan hingga usia dua tahun, merupakan periode emas yang sangat menentukan.

Dalam kurun waktu ini, perkembangan otak anak bergerak luar biasa pesat, bahkan mampu membentuk hingga 250 ribu sel saraf setiap detik saat dalam kandungan. “Bila nutrisi, kesehatan ibu, dan lingkungan mendukung, anak lahir dengan potensi 100 miliar sel otak aktif. Ini adalah modal yang sangat berharga,” ujar Fasli saat konferensi pers, Senin (30/6/2025). Sayangnya, jika dalam fase penting ini terjadi gangguan, baik dari sisi kesehatan ibu maupun kondisi sekitar, maka jumlah sel otak yang terbentuk bisa turun drastis hingga hanya 70–80 persen saja.

Prof. Fasli menegaskan, stimulasi sejak dini sangat memengaruhi kualitas tumbuh kembang anak. Tidak hanya tentang nutrisi yang bergizi, stimulasi juga berarti memberikan rangsangan sosial, emosional, serta interaksi yang intensif. Seorang anak yang sering diajak bicara, dipeluk, dan dikenalkan berbagai pengalaman positif terbukti memiliki perkembangan kosakata yang jauh lebih kaya dibanding anak yang jarang mendapatkan stimulasi. “Kosakata anak bisa berada di kisaran 3.000 hingga 30.000 kata, tergantung seberapa sering orang tua berinteraksi dengan mereka,” tambahnya.

Menurut penelitian yang sudah berjalan puluhan tahun, perkembangan kecerdasan tidak hanya ditentukan oleh faktor gizi dan kesehatan, tetapi juga oleh kualitas pola pengasuhan dan perlindungan dari kekerasan. Anak-anak yang dibesarkan dalam lingkungan aman, penuh kasih sayang, dan diberi kesempatan bereksplorasi, cenderung tumbuh menjadi pribadi yang berani, kreatif, dan berdaya saing tinggi di masa depan.

Sayangnya, masih banyak orang tua yang menganggap Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hanya sekadar tempat bermain. Padahal konsep bermain di PAUD adalah cara belajar paling efektif bagi anak-anak usia dini. Fitriana Herarti, ECED Ecosystem Development Lead Tanoto Foundation, menjelaskan bahwa pendekatan bermain justru melatih beragam kemampuan anak mulai dari motorik, kognitif, bahasa, hingga emosional. “Belajar sambil bermain adalah metode pembelajaran terbaik untuk anak usia dini. Anak menyerap konsep-konsep dasar tanpa merasa tertekan,” ujarnya.

Ia juga menekankan bahwa memilih lembaga PAUD tidak semata-mata tentang mahalnya biaya, tetapi lebih penting memperhatikan kualitas pendidik dan cara mereka berinteraksi dengan anak. Guru PAUD harus mampu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan memancing rasa ingin tahu anak. Dengan cara ini, anak akan merasa dihargai dan difasilitasi untuk menumbuhkan minat serta bakatnya sejak dini.

Fitriana mengingatkan bahwa tidak sedikit orang tua yang masih salah kaprah, misalnya menunda anak makan nasi karena dianggap terlalu keras, padahal di usia satu tahun anak sudah perlu belajar mengunyah agar rahang dan kemampuan bicaranya berkembang. Atau menganggap anak usia satu tahun belum perlu diajak berbicara, padahal di usia tersebut anak sedang menyerap ribuan kata yang kelak membentuk kemampuan bahasanya. “Kalau kita tidak menstimulasi, ibarat spons palsu — air segelas pun akan tumpah. Tapi kalau spons asli, seember pun diserapnya,” tambah Fasli, mengibaratkan kemampuan otak anak yang harus diisi dengan rangsangan positif.

Pemerintah sendiri telah memasukkan PAUD sebagai bagian dari program wajib belajar 13 tahun dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Hal ini menjadi pesan kuat bahwa semua pihak, mulai dari orang tua, komunitas, pemerintah, hingga lembaga swadaya masyarakat harus ikut bergotong royong memastikan anak usia dini memperoleh haknya.

“Pendidikan di PAUD tidak berhenti pada calistung (baca, tulis, hitung) semata. Kalau mau mengenalkan membaca atau berhitung, harus dikemas lewat kegiatan yang menyenangkan, bukan dengan cara memaksa,” jelas Fitriana. Anak bisa belajar membaca angka melalui permainan sehari-hari, misalnya mengenal jumlah buah, warna, atau bentuk benda di sekitar mereka.

PAUD yang ideal, lanjut Fasli, bukan diukur mahalnya biaya, tetapi bagaimana guru dan orang tua bersinergi dalam menumbuhkan rasa percaya diri, sikap mandiri, kreativitas, dan kecerdasan anak. “Guru PAUD harus profesional dan sabar, karena anak usia dini masih belajar memahami emosinya,” tegasnya.

Untuk semakin memperluas literasi tentang pentingnya PAUD dan stimulasi anak usia dini, para pemerhati pendidikan juga dapat mempertimbangkan pasang iklan radio Tangerang sebagai strategi komunikasi efektif agar pesan edukasi ini menjangkau lebih banyak keluarga di wilayah sekitar.

Share this post :

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *