Jakarta– Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan bahasa daerah yang luar biasa, dengan lebih dari 700 bahasa tersebar di berbagai wilayah. Namun, kekayaan ini kini dihadapkan pada ancaman serius: kepunahan bahasa.
Dalam pembukaan Festival Tunas Bahasa Ibu Nasional (FTBIN) 2025 yang digelar di Gedung Merah Putih PPSDM Kemendikdasmen, Depok, pada Senin (26/5/2025), Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen), Atip Latipulhayat, menyampaikan seruannya agar bahasa daerah mulai diajarkan sejak tahun pertama di sekolah dasar.“Jadi, mohon dipertimbangkan dalam rangka penguatan penggunaan bahasa daerah sekaligus juga memelihara eksistensi bahasa daerah adalah dengan menggunakannya dalam pembelajaran di awal sekolah. Karena penelitian membuktikan penyampaian mata pelajaran dengan menggunakan bahasa daerah itu juga efektif,” ujarnya.
Menurut Atip, penggunaan bahasa ibu tidak hanya mempertahankan warisan budaya, tetapi juga terbukti meningkatkan efektivitas pembelajaran pada anak-anak.
Data Kementerian Pendidikan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) tahun 2019 mencatat, sebanyak 11 bahasa daerah sudah punah. Sementara itu, 5 lainnya berstatus kritis. Dalam kurun waktu 2021–2023, sebanyak 71 bahasa daerah berhasil direvitalisasi. Namun pada tahun 2024, angka itu meningkat signifikan.
Hal ini diperkuat oleh pernyataan Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Hafidz Muksin, yang mengungkapkan bahwa:“114 bahasa daerah/dialek yang direvitalisasi pada tahun 2024,” katanya.
Hafidz menegaskan bahwa kondisi sebagian besar bahasa daerah di Indonesia saat ini sangat rentan punah. Oleh karena itu, pelestarian harus dilakukan secara serius dan melibatkan masyarakat. “Fenomena ancaman kepunahan bahasa tersebut perlu disikapi dengan bijaksana. Salah satu upaya pelindungan bahasa untuk melestarikan bahasa daerah adalah menggelorakan kembali penggunaan bahasa daerah oleh masyarakat penuturnya melalui revitalisasi bahasa daerah,” jelasnya.
Revitalisasi tersebut dilakukan melalui pendekatan komunitas, pendidikan, serta seni pertunjukan. Sebagai bentuk penghargaan, pemerintah memberikan apresiasi kepada daerah yang aktif melestarikan bahasa lokal.“Kemendikdasmen telah menetapkan 44 kepala daerah yang berhak mendapatkan penghargaan dari Pemerintah, yang telah hadir dalam ruangan ini,” tambah Hafidz dalam sambutannya.
Di sisi lain, tantangan besar datang dari kalangan muda. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, menyoroti fenomena di mana anak-anak muda mulai meninggalkan bahasa daerah karena dianggap tidak modern.“Di era globalisasi sekarang ini, ada kecenderungan bahwa semakin banyak kalangan di negeri ini yang merasa bahwa berbahasa daerah itu adalah simbol dari keterbelakangan,” ujar Mu’ti.
Untuk mengatasinya, ia mendorong pemahaman akan pentingnya peran bahasa daerah dalam kerangka trikatra bahasa.“Tentu kita tidak anti bahasa asing. Sesuai dengan trikatra bahasa, kita utamakan bahasa Indonesia, melestarikan bahasa daerah, dan menguasai bahasa asing,” tegasnya.
Upaya pelestarian bahasa tidak hanya menjadi tugas pemerintah, tapi juga masyarakat luas. Salah satu strategi komunikasi efektif yang bisa dilakukan adalah melalui media lokal. Misalnya, dengan pasang iklan radio Tangerang, pesan-pesan edukatif tentang pentingnya bahasa daerah bisa menjangkau lebih banyak komunitas penutur secara langsung. Iklan radio mampu memperkuat kesadaran budaya lokal dan mendorong keterlibatan publik dalam menjaga warisan bahasa leluhur.